KBR Ruang Publik Tolak Stigmanya, Bukan Orangnya
Berbicara masalah kusta, kita banyak dihadapkan pada stigma di masyarakat terhadap penyandang kusta. Masyarakat mengucilkan penderita kusta. Menghindarinya, bahkan menjauhidan tidak mau bergaul bahkan berinteraksi dengan mereka. Stigma ini tidak boleh dibiarkan terjadi dan yang bisa kita lakukan dalam menyikapinya adalah tolak stigmanya, bukan orangnya.
Untuk terus menggencarkan upaya penyebaran informasi mengenai kusta dan pencegahannya di masyarakat, KBR Indonesia menyelenggarakan talkshow secara rutin berkaitan dengan kusta. Tujuannya adalah ikut serta mensukseskan program pemerintah dalam menekan angka kusta di Indonesia. Mulai mengajak masyarakat untuk bahu membahu untuk Indonesia sehat dan bebas kusta hingga pada ajakan dan seruan cegah disabilitas akibat kusta.
Tidak hanya putus sampai di sini, KBR
Indonesia bersama NLR Indonesia terus melakukan sosialisasi
berhubungan dengan kusta ini. Sosialisasi tidak hanya melalui radio, namun juga
bisa diikuti melalui siaran channel youtube yang diselenggarakan secara live,
seperti yang saya ikuti bersama beberapa teman dari 1minggu1cerita pada Rabu, 26
Januari 2021.
Talkshow ini juga diselenggarakan untuk memperingati hari kusta sedunia pada Januari akhir.
Kusta sebagai penyakit kuno ternyata masih ada di Indonesia dan makin terabaikan.
Ini terjadi karena ketidaktahuan masyarakat akan gejala kusta dan juga stigma
yang ada di masyarakat.
Live siaran ruang publik KBR ini dipandu
oleh Ines Nurmala selaku Host KBR dan dihadiri oleh dua narasumber dari dua
organisasi. Ada dr. Astri Febriana selaku Technical Advisor dari NLR Indonesia. Satu narasumber lainnya adalah Al Qadri selaku OYPMK (Orang Yang pernah Mengalami Kusta) sekaligus Wakil Ketua Perhimpunan Mandiri Kusta Nasional.
A. Kisah Al Qadri dan Stigma Negatif Kusta
Tolak Stigmanya, Bukan Orangnya, mendengar
ini saya merasa perlu membagikan cerita nyata bagaimana pengalaman seorang
penyintas kusta yang dihadapkan dengan keadaan dan stigma yang ada di masyarakat.
Mendengar kisah yang diungkapkan oleh Al
Qadri semasa kecilnya, membuat diri terhenyak. Dia menceritakan bagaimana
ketika mau memasuki usia sekolah dasar cita-citanya untuk mengenyam pendidikan dasar
harus kandas akibat kusta. Awalnya dia, keluarga, dan orang-orang sekitarnya
tidak mengetahui bahwa dia terkena kusta. Hingga suatu hari, salah satu orang
tua temannya mengetahui jika Al Qadri kecil terkena kusta.
Sejak kejadian itu, orang tua teman
sekolahnya menyampaikan perihal tersebut kepada pihak sekolah. Meminta sekolah
agar Al Qadri kecil tidak sekolah lagi karena menurutnya kusta adalah hal yang
berbahaya dan bisa menular kepada orang lain. Tentunya kemudian ini berujung
pada Al Qadri yang harus kandas pendidikannya. Dia diminta untuk tidak ke sekolah
dengan alasan bahwa dia belum memenuhi umur
untuk sekolah.
Tidak hanya itu, dia harus mendapatkan diskriminasi
dari masyarakat setelah diketahui mengalami kusta. Dia dihindari orang-orang, dijauhi oleh
masyarakat sekitar. Tidak bisa bergaul dengan teman-teman sebayanya. Bahkan
dalam lingkungan keluarga saat ada hajatan atau acara keluarga dia harus
menjauhi kerumunan karena khawatir akan penularan kusta.
Usia 6 tahun sudah mengalami kusta,
terkait pengobatan, orang tuanya terus berusaha untuk bisa mengobatinya. Pengobatan
tradisional, pengobatan alternatif maupun medis dijalaninya. Namun demikian
saat itu masih sangat sulit untuk mendapatkan obat, harus keliling ke pusat
layanan kesehatan.
Tahun 1989 kondisi Al Qadri memburuk,
tangan mulai luka, jari-jari ada yang buntung. Hingga suatu ketika dia bertemu
dengan salah seorang yang merupakan penyintas kusta. Dia membawa Al Qadri kecil ke rumahnya dan merawatnya hingga sembuh.
Bersyukur dengan perawatan itu dia bisa sembuh. Dia menikah dengan istrinya yang juga OYPMK. Tidak hanya itu, dia juga hidup bahagia dengan keluarganya dan memiliki anak yang sehat dan tidak memiliki kusta meskipun kedua orang tuanya mengalami kusta.
B. Memahami Kusta Bersama dr. Astri Febriana
Menurut dr. Astri Febriana, kusta adalah penyakit menular yang
sifatnya kronis atau jangka lama. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Bakteri ini menyerang kulit dan syaraf di ujung-ujung tubuh
atau saraf tepi.
Jika kusta ini terlambat diatasi atau
mendapatkan pengobatan maka akan menyebabkan diformitas atau kelainan anatomi
atau kecacatan pada beberapa bagian tubuh misal mata, jari tangan, dan jari
kaki.
1. Gejala yang dirasakan orang terkena kusta
Gejala awal kusta awalnya sederhana,
sehingga orang menganggapnya hanya sebagai sakit kulit biasa. Ini terjadi
karena penampakannya seperti panu. Bagaimana cara kita untuk mengetahui gejala kusta sejak dini? Ini beberapa gejala kusta yang perlu
diketahui:
- Bercak di kulit bisa berwarna merah atau putih
- Bercak kulit karena kusta tidak gatal, tidak
nyeri. - Bercak jika digosok-gosok tidak bersisik.
- Ketika badan terkena panas atau tertusuk jarum, mati
rasa - Akan sangat mudah mengalami luka karena mati rasa,
sehingga tidak merasakan apa-apa.
2. Sebaran Kasus Kusta Berdasar Wilayah Kerja
NLR
NLR merupakan satu-satunya organisasi
dalam kesehatan yang konsen pada eliminasi kusta. Dalam pelaksanaannya bekerjasama
dengan pemerintah baik Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan, dan organisasi untuk
orang yang pernah mengalami kusta.
Jumlah kasus
Kusta di Indonesia Peringkat 3 di dunia setelah India dan Brasil.(dr. Astri Febriana)
Tahun 2020, di Indonesia masih ada 6
provinsi yang belum bisa mengeleminasi kasus kusta. Elininasi berarti menekan
angka kasus menjadi 1/1000 penduduk. Pada tingkat kabupaten, dari 514 Kabupaten di Indonesia masih terdapat 98
kabupaten yang menghadapi permasalahan kusta. Terutama di Indonesia timur, kemudian Provinsi Jawa Barat, Jawa
Tengah,dan Jawa Timur juga terdapat beberapa kabupaten yang belum berhasil
menangani kusta.
C. Tantangan dan Upaya Penanggulanan Stigma
1. Tantangan saat mengalami stigma
Stigma menjadi sebuah tantangan dalam
penyelesaian kusta. Seharusnya masalah kusta ini sudah selesai, namun karena
adanya stigma membuat penyakit ini belum bisa diselesaikan dengan baik. Ini
perlu dilakukan karena saat ini kusta benar-benar bisa disembuhkan. Sehingga
masyarakat perlu mengubah stigma yang ada.
Permasalahan yang ada di masyarakat adalah masyarakat masih terstigma dan membuat mereka yang terkena kusta tidak
mau mengakui. Tidak mau diajak bergabung bersosialisasi agar mendapatkan informasi
yang benar dan penanganan yang tepat berhubungan dengan kusta.
2. Upaya Penanggulangan Stigma dan Diskriminasi
Stigma adalah masalah yang kompleks.
Dibutuhkan upaya yang komprehensif dan konsisten. Hasil survey di salah satu
daerah di Indonesia menunjukkan masyarakat dan tenaga kesehatan mau bergaul dengan OYPMK namun mereka tidak mau berinteraksi dengan
dekat.
Ini ditunjukkan dengan mereka tidak mau mempekerjakan
OYPMK, tidak mau menikahkan anaknya dengan OYPMK, bahkan tidak mau menerima OYPMK
untuk tinggal di rumahnya, misal sebagai anak kos atau yang lainnya. Kabar terbaru adalah yang terjadi pada tahun 2022, dimana seorang anak gagal untuk menikah karena OYPMK.
Beberapa upaya yang bisa kita lakukan untuk menghilangkan stigma adalah sebagai berikut
- Kerjasama semua lapisan masyarakat untuk menghilangkan
stigma di masyarakat, - Menempatkan mereka OYPMK seperti masyarakat pada umumnya.
- Meningkatkan kesadaran masyarakat akan kusta yang
sebenarnya melalui media ataupun tokoh masyarakat. - Melakukan advokasi hingga ke daerah-daerah
berhubungan dengan upaya pengurangan angka kusta. - Untuk menangani kusta maka perlu diberikan
perawatan dan pengobatan hingga selesai. Ini perlu dilakukan sedini mungkin
agar tidak menyebabkan disabilitas karena kusta.
“Orang yang di diagnosis kusta dan sudah
menjalani pengobatan maka tidak akan menular lagi”.
0 comments