Angka Kemiskinan Kusta dan Disabilitas di Indonesia
Saat membahas kusta dan disabilitas dengan segala kondisinya menjadi hal yang tidak akan pernah ada habisnya. Kesadaran masyarakat bahwa mereka, orang dengan gejala kusta maupun orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK) memiliki kesempatan untuk menjalani kehidupan yang sama belum sepenuhnya ada. Masyarakat hingga kini masih terkungkung dalam stigma negatif tentang kusta. Sehingga berdampak pada kondisi kejiwaan dan kehidupan OYPMK itu sendiri di kemudian hari. Salah satunya kesempatan untuk berkreasi dan produktif. Lantas benarkah Kusta dan Disabilitas Identik dengan kemiskinan?
Sekilas Kusta di Indonesia
Kusta menjadi salah satu pekerjaan rumah yang begitu besar bagi pemerintah dalam bidang kesehatan. Penularan kusta hingga saat ini masih terus terjadi di Indonesia. Pun kasus disabilitas kusta juga tergolong tinggi di negeri ini.
Masih tingginya kasus kusta di Indonesia mengindikasikan adanya keterlambatan penemuan dan penanganan kusta. Ketidaktahuan masyarakat tentang apa dan bagaiamana kusta juga merupakan salah satu penyebabnya. Belum lagi kesadaran untuk kesadaran untuk memeriksakan diri orang dengan gejala kusta juga masih rendah. Paling miris adalah semua itu tidak lepas dari stigma negatif terhadap penyakit tersebut yang membuat orang dengan gejala kusta menutup mulut dan menutup diri. Akibatnya penularan kusta terus terjadi dan kasus disabilitas kusta menjadi tinggi.
Untuk bisa menuju Indonesia bebas kusta berbagai pihak terus menggaungkan permasalah ini, seperti dilakukan oleh NLR Indonesia dan Ruang Publik KBR melalui live streaming. Tidak hanya membahas tentang apa dan bagaimana kusta, cara pencegahan dan pengobatannya, bahkan juga membahas tentang bagaimana OYPMK bisa berdaya.
Dalam kesempatan khusus tersebut hadir dua narasumber yaitu Sunarman Sukamto, Amd – selaku Tenaga Ahli Kedeputian V, Kantor Staff Presiden (KSP) dan Dwi Rahayuningsih – Perencana Ahli Muda, Direktorat Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat, Kementerian PPN/Bappenas. Mereka dipandu oleh Debora Tanya, sebagai Host Ruang Publik KBR dalam leve streaming kali ini.
Penanganan Kusta di Indonesia
Sunarman Sukamto merupakan salah seorang Tenaga Ahli Kedeputian V, Kantor Staff Presiden (KSP) menjelaskan bahwa berhubungan dengan angkat kusta yang cenderung stagnan juga menjadi salah satu fokus dari pemerintah. Isu kusta tidak bisa dilakukan sendiri, namun perlu sinergi dan kolaborasi dari berbagai pihak lintas institusi, masyarakat, dan juga dengan OYPMK.
Sinergi dan kolaborasi dengan OYPMK sangat penting untuk dilakukan karena mereka juga harus dilibatkan dalam upaya pencegahan kusta dan proses edukasi di masyarakat. Sehubungan dengan kemiskinan, pemerintah juga sedang membuat pemetaan agar kusta ini tereliminasi dan tereradikasi di Indonesia baik pada aspek kesehatan maupun aspek di luar kesehatan. Dalam isu kusta dan disabilitas dia menjelaskan bahwa isu disabilitas juga merupakan isu HAM yang tidak boleh dipisahkan.
Sinergi dan kolaborasi pemerintah dengan instansi, lintas sektor dan pemerintah daerah merupakan hal yang di dorong. Beberapa kegiatan dilakukan seperti dokumen negara, meningkatkan upaya eliminasi dan eradikasi dari sisi kesehatan, ekonomi, sosial , dan lingkungan.
Kusta dan disabiilitas identik dengan kemiskinan, Benarkah?
Untuk menjawab apakah benar kusta dan disabilitas identik dengan kemiskinan bukanlah hal yang mudah dilakukan hanya berdasar cerita. Untuk membuktikan benar atau tidaknya dibutuhkan data.
Dalam kesempatan ini, Dwi Rahayuningsing menyampaikan bahwa disabilitas kusta belum banyak data yang spesifik menggambarkan kusta. Hal ini karena pengkategorian ragam disabilitas terbagi dalam fisik, intelektual, mental, sensorik, dan ganda. Sehingga kategorinya masuk dalam beberapa hal tersebut. Untuk kusta sendiri masuk dalam penyandang disabilitas fisik
Bagaimana dengan tingkat kemiskinan? Lebih lanjut, Dwi mengungkapkan bahwa secara nasional kemiskinan nasional adalah 10,14 %, sedangkan kemiskinan disabilitas termasuk didalamnya disabilitas fisik karena kusta ada diangka 15,25%.
“Tingkat kemiskinan penyandang disabilitas termasuk penyandang disabilitas kusta lebih tinggi dari tingkat kemiskinan bukan disabilitas”. Dwi Rahayuningsih
Kenapa kusta dan disabilitas identik kemiskinan?
Diskriminasi dan stigma yang membatasi inilah kemudian berpengaruh pada tingkat kemiskinan pada penyandang disabilitas. Alasan akses terbatas dan belum berpihak kepada disabilitas inilah yang perlu menjadi perhatian.
Sehubungan dengan kusta identik dengan kemiskinan, Sunarman menjelaskan bahwa kusta identik dengan kemiskinan bisa iya bisa tidak. Identik dengan kemiskinan karena fakta kasus kusta terjadi di daerah kantong kemiskinan. Selain itu, ketika orang terkena kusta dan saat diketahui oleh orang lain, secara otomatis akan cenderung memisahkan diri dari orang lain. Ini terjadi karena mereka belum tahu dan belum paham apa itu sebenarnya kusta.
Bagaimana cara mengatasi persoalan kemiskinan disabilitas?
Sunarman memaparkan bahwa untuk mengatasi kemiskinan disabilitas, pemerintah mengajak dan melibatkan masyarakat dengan memberdayakan disabilitas melalui pembekalan keterampilan hidup, perhatian kondisi kesehatan dan motivasi OYPMK hidup sehingga paham.
Pengembangan aspek kesehatan, sosial dan ekonomi ini tidak lain tujuannnya agar mereka berdaya. Upaya lain yang dilakukan adalah dengan melakukan advokasi agar kebijakan program anggaran berpihak kepada disabilitas, sebagaimana dilakukan oleh BAPPENAS melalui regulasi yang dikeluarkan.
Gerakan bersama pemerintah, pemerintah daerah, organisasi masyarakat sipil, dan OYPMK harus dalam satu visi dan tidak boleh ada pengabaian pada disabilitas dalam proses pembangunan ke depan. Sehingga disabilitas termasuk kusta dapat berdaya dan lebih produktif.
Sehubungan dengan pemberdayaan ini, maka perlu diikuti dengan kesempatan yang terbuka. Jika kesempatan dibuka dan disabilitas diberdayakan maka akan bisa berdampak pada kehidupan yang lebih baik. Sehingga peran pemerintah dalam peningkatan taraf hidup OYPMK dan disabilitas bisa berjalan dengan baik
Program Pemerintah Bagi Disabilitas
Beberapa program yang dijalankan melalui kementerian sosial dan bisa diakses oleh disabilitas termasuk kusta yang masuk dalam kategori miskin diantaranya,
- Penyaluran bantuan sembako bagi penyandang disabilitas dengan kategori miskin dan masuk dalam database kementerian sosial.
- Program bantuan sistensi rehabilitasi sosial dan penyaluran alat bantu
- Program kemandirian usaha untuk mereka yang mendapatkan diskriminasi dari lingkungan.
- Menyelenggarakan shelter eks kusta atau tempat bagi mereka yang mengalami kusta seperti di Desa Tanjung Kenongo – Jawa Timur, Banyumanis – Jawa Tengah, Kompleks penderita kusta Jongaya – Makasar.
- Rencana aksi nasional penyandang disabilitas ditekankan cakupan program kesejahteraan sosial bagi penyandang disabilitas, termasuk bagaimana memperluas jangkauan bantuan sosial dan perlindungan sosial seperti jaminan kesehatan.
- Memberikan kuota minimum pada perusahan swasta dan perusahaan pemerintah baik BUMN maupun BUMD untuk memperkerjakan disabilitas. Perusahaan swasta quotanya minimumnya adalah 1 % untuk pemerintah BUMN BUMD 2 %.
- Peningkatan layanan keuangan inklusif bagi penyandang disabilitas untuk memastikan mereka bisa mengakses keuangan untuk kebutuhan konsumsi dan juga akses permodalan dari lembaga keuangan.
- Return to work, jika seseorang sudah bekerja dan mengalami disabilitas karena kecelakaan maka bisa kembali bekerja di perusahaan.
- Mendorong peran serta perusahaan swasta melalui CSR pada program yang bertujuan untuk menunjang program pemberdayaan disabilitas seperti pelatihan kewirausahan, dan manajemen.
Selain kelima hal yang disampaikan Dwi di atas, Sunarman juga menambahkan bahwa juga terdapat satu lagi program pemerintah bagi masyarakat khususnya disabilitas yaitu adanya ULD. Pemerintah melalui dinas tenaga kerja di kabupaten atau kota membentuk ULD – Unit Layanan Disabilitas ketenagakerjaan untuk memfasilitasi dan memberikan layanan bagi perusahaan dan pencari kerja khususnya disabilitas
Jika kawan-kawan disabilitas memiliki kompetensi dan kapasitas namun ditolak perusahaan karena disabilitasnya maka laporkan pada Kantor Staff Presiden atau Dinas Tenaga Kerja Setempat untuk difasilitasi. Sunarman Sukamto, A.Md.
Kesimpulan
Stigma yang berkembang di masyarakat tidak hanya berpengaruh pada kondisi kejiwaan orang dengan gejala kusta, OYPMK, dan disabilitas. Jauh lebih dari itu juga berpengaruh pada penerimaan masyarakat terhadap mereka yang menyebabkan mereka mengalami diskriminasi dan keterbatasan akses. Menemukan kendala untuk bersosialisasi, mengalami halangan untuk mengakses pendidikan, termasuk permodalan untuk bisa produktif. Kendala ini kemudian berdampak pada kusta dan disabilitas menjadi identik dengan kemiskinan.
Untuk mengatasi hal ini, semua pihak harus bisa berkolaborasi dan bersinergi. Menumbuhkan pemahaman tentang kusta, dan memahami mereka OYPMK dan disabilitas adalah bagian dari masyarakat yang memiliki hak yang sama seperti orang normal. Mereka bisa mengenyam pendidikan, bekerja sesuai dengan kompetensi yang dimiliki, dan mendapatkan kesempatan hidup yang layak. Kesadaran bersama tidak hanya akan menekan penyebaran kusta, namun juga akan mengurangi tingkat kemiskinan pada OYPMK dan disabilitas.
0 comments