Sekolah Sayur Merangkai Asa untuk Masa Depan Indonesia
“Tidak usah melihat latar belakang, namun lihat semangat untuk menjadi orang-orang hebat di dunia ini.”
Kata-kata ini, bukan sekedar kata-kata biasa. Ini adalah kunci yang selalu digunakan Muhammad Farid untuk membuka hati para orang tua agar anaknya mau bersekolah. Mengenyam pendidikan, hingga kelak bisa menjadi orang-orang hebat.
Muhammad Farid adalah seorang pemuda lulusan Fakultas Hukum Islam, Universitas Ibrahimy, Situbondo, Jawa Timur. Berbekal pengalaman mengajar yang dimiliki, dia berusaha menebar manfaat. Mengamalkan dan membagikan ilmunya kepada banyak orang, khususnya anak-anak. Ini dilakukan dengan menggagas sekolah dengan konsep yang unik.
Saat merintis sekolah dia berpikir bahwa mengenyam pendidikan di sekolah adalah hak semua orang. Apa pun latar belakang keluarga mereka. Baik dari keluarga maupun keluarga tidak mampu. Dalam benaknya dia yakin bahwa setiap anak memiliki kemampuan dan mereka juga memiliki cita-cita besar untuk masa depan.
Tidak ingin menunda niat baik untuk menebar manfaat bagi banyak orang khususnya generasi penerus, dia pun segera memulai sekolah yang dikenal dengan Sekolah Sayur oleh masyarakat sekitar.
Sekolah Sayur, Begitu Orang Menyebutnya
Desain dengan Canva |
Pada tahun 2005, di usianya ke 34 tahun, Farid membulatkan tekadnya untuk ikut berkontribusi pada kemajuan bangsa ini melalui program pendidikan. Mengambil peran dalam mewujudkan cita-cita luhur untuk ikut mencerdaskan kehidupan bangsa dengan mendirikan sekolah alam untuk anak-anak dari keluarga tidak mampu.
Setiap hari dia berkunjung dari satu rumah ke rumah lain yang ada di desanya. Khususnya rumah kaum dhuafa.
Mentari pagi baru saja beranjak dari tidurnya. Bangkit menemani Farid berjalan mengetuk pintu rumah dan hati orang-orang sekitar. Berusaha memahamkan orang tua tentang pentingnya pendidikan baik untuk saat ini atau di masa mendatang.
Tidak sampai di situ, dia juga berusaha meyakinkan para orang tua bahwa anaknya bisa bersekolah tanpa harus memikirkan biasa. Ini merupakan tantangan terbesar yang dihadapi Farid saat memulai merealisasikan ide besarnya. Pasalnya, banyak orang yang tidak yakin dan meremehkan apa yang dilakukannya.
Selain berusaha melakukan pendekatan kepada masyarakat, lelaki dengan senyumnya yang khas ini juga berusaha untuk memberikan bukti kepada masyarakat. Dia melakukannya dengan sabar meskipun butuh waktu cukup lama untuk menyadarkan masyarakat akan pentingnya pendidikan bagi anak.
Perjuangannya membuahkan hasil. Keringat yang keluar dari pori tubuhnya saat berusaha mengajak masyarakat agar anaknya disekolahkan juga tidaklah sia-sia. Puluhan anak berhasil diberikan motivasi dan mereka menempuh pendidikan di sekolah yang dirintisnya.
Gambar: Tangkapan Layar youtube NET.Documentary |
Sekolah sayur, begitulah masyarakat sekitar menyebutnya. Di atas tanah wakaf seluas 3000 meter persegi, dia memulai tujuan mulianya. Melangkah untuk mewujudkan mimpi besar bagi bangsa. Membangun semangat untuk hari ini dan masa depan Indonesia yang lebih baik.
Tidak bisa dipungkiri, bahwa masa depan Indonesia sangat tergantung pada generasi saat ini. Jika generasi muda tidak dipersiapkan, maka bukan tidak mungkin kalau bangsa ini akan mengalami kemunduran di waktu akan datang. Namun demikian, semua itu bisa dihindari dengan langkah bersama untuk kemajuan bangsa.
Keprihatinan kepada anak dari keluarga tidak mampu, membuat Farid hadir untuk memberikan motivasi dan konsep pendidikan. Dia mengatakan bahwa setiap anak memiliki cita-cita besar. Apapun latar belakangnya. Sehingga dia berharap anak-anak khususnya dari keluarga tidak mampu juga bisa menebar manfaat untuk dunia, khususnya Indonesia.
“Kita berharap anak-anak dari keluarga tidak mampu bisa memberi manfaat pada dunia, dan khususnya bagi Indonesia tercinta,” ungkap Farid optimis.
Rasa optimis itu tidak sekedar ada dalam impian. Dia merealisasikannya dalam langkah nyata dengan mendirikan sekolah alam.
Sekolah ini sangat berbeda dengan sekolah pada umumnya. Jika biasanya membayar SPP dengan uang, di sini anak-anak dari keluarga tidak mampu bisa membayar sekolah dengan sayur yang ada di lahan mereka. Apapun sayurnya, berapapun jumlahnya. Sayur ini pun juga akan dikembalikan kepada para siswa dalam bentuk olahan makanan untuk disantap bersama.
Bagi mereka yang benar-benar tidak mampu, juga memiliki kesempatan untuk mengenyam pendidikan tanpa harus mengeluarkan biaya.
Perjuangannya berbuah manis. Farid pun tersenyum bahagia bersama teman-temannya. Pasalnya sekolah yang dirintisnya sangat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat sekitar.
Keunikan Sekolah Sayur
Saat belajar di sekolah siswa pun diberikan kebebasan memilih belajar di area mana pun. Kondisi ini membuat siswa merasa nyaman belajar di tempat yang dipilih. Pun dengan guru, bisa melakukan eksplorasi kemampuan siswa dengan lebih mudah.
Keunikan lainnya,sekolah ini hanya menerapkan satu stel seragam untuk dikenakan di hari Senin dan Selasa. Selebihnya mereka berpakaian bebas namun rapi. Ini dilakukan agar tidak membebani orang tua untuk kebutuhan seragam. Mengingat hampir mayoritas siswa di sini adalah dari kalangan tidak mampu.
Adapun keunikan yang paling menonjol di sekolah ini, sesuai dengan namanya adalah siswa bisa membayar SPP dengan sayur mayur yang dimiliki orang tua di kebunnya. Sayur apa saja, berapapun jumlahnya.
Kisah Mira dan Sang Ayah bersama Sekolah Sayur
Mira adalah salah seorang peserta didik yang tinggal di asrama yang disediakan oleh sekolah alam Banyuwangi Islamic School. Pulang ke rumah sebulan sekali, salah satu aktivitasnya adalah membantu orang tua memanen sayur di kebun.
Kali ini, dia pergi ke sawah mengenakan kaos lengan panjang berwarna merah, dipadu bawahan coklat susu dan kerudung coklat tua. Mira melangkah kakinya dengan hati-hati. Melalui pematang sawah bersama ayah dan ibunya untuk memanen sayur.
Dia terlihat bersemangat pergi ke ladang bersama kedua orang tuanya. Pun kedua orang tuanya. Mereka tersenyum bahagia dan bangga melihat anaknya. Mereka bahagia, anaknya yang semakin hari semakin bertumbuh, ternyata bisa menikmati pendidikan seperti anak-anak lain di desanya..
Sesampainya di lahan, tangan mungil Mira dengan cekatan mulai mencabut satu persatu tanaman sawi. Dia begitu bersemangat. Tidak takut bajunya kotor oleh tanah saat memanen sayur. Orang tuanya, Selamet bersama sang istri, sesekali mengarahkan Mira untuk memanen tanaman sayur mana yang harus dipanen. Sungguh sebuah kebersamaan indah dalam sebuah keluarga.
Setelah dirasa cukup untuk dijual guna memenuhi kebutuhan keluarga dan untuk dibawa ke asrama, mereka kembali ke rumah. Sesampainya di rumah, mereka meletakkan sayur yang sudah dipanen di atas balai-balai (amben) yang ada di halaman rumah.
Satu per satu akar pada tanaman sayur di potong. Kemudian dibungkus dengan daun pisang dan dimasukkan dalam kantong beras untuk dibawa ke asrama.
|
Mira melangkah ceria dengan tas punggung abu-abu yang digendongnya. Tangan kanannya membawa karung berisi sayur.
Di balai asrama terdapat beberapa orang sedang mendata sayur yang dibawa para siswa. Mira terlihat tersenyum dari kejauhan. Dia menyapa semua yang ada di balai, lalu menyerahkan karung berisi sayur yang dibawanya kepada petugas.
Farid, yang sore itu ada di lokasi ikut menyambut kedatangan Mira. Mengenakan kemeja lengan panjang, dipadu peci batik, Farid menyambut Mira sambil tersenyum.
Sosok yang begitu bersahaja ini ikut membantu Mira mengeluarkan sedikit demi sedikit sayur dari karung yang dibawanya. Ada sawi, daun talas muda, dan nangka muda.
Dalam aktivitas ini, mereka terlihat begitu akrab satu sama lain. Farid dan beberapa guru lain yang bertugas tidak segan berbincang dengan Mira. Sesekali Mira terlihat tertawa diantara percakapan yang ada.
Apa yang dilakukan Farid sungguh memberikan manfaat. Mira dan ayahnya, Selamet hanya sebagian kecil yang merasakan manfaat dari yang dilakukan Farid. Tentunya masih banyak siswa lain yang merasakan manfaat dari kehadiran sekolah alam atau sekolah sayur di Banyuwangi ini.
Sebagai informasi, Mira masuk ke sekolah ini adalah atas keinginan sendiri. Keinginannya mendapatkan restu dari kedua orang tuanya. Pada akhirnya dia berhasil masuk ke sekolah alam yang diimpikan, Banyuwangi Islamic School. Mira sangat senang. Dia bersyukur bisa sekolah dengan membayar SPP menggunakan sayur.
“Memang Mira pengin sekolah sini. Keinginan Mira sendiri. Terus diturutin sama ayah, habis itu, Alhamdulillah di sini bayar SPP nya pake sayur. Jadinya bisa meringankan beban orang tua,” ungkap pemilik nama lengkap Mira Rizka Rahmi.
Ungkapan syukur atas keberadaan Banyuwangi Islamic School ini juga muncul dari Selamet. Ayah dari Rizka ini mengungkapkan kalau SPP sayur ini sangat meringankan dia dan istri.
“Kalau bayar SPP setiap bulan, mungkin saya harus jual sayur dulu gitu, baru kumpulkan uang. Kalau ini kan sudah ndak, pake sayur berapa dah, saya bawa dah gitu. Kalau gitu itu, rasanya meringankan”
Sungguh kehadiran Farid dengan sekolah alam yang dirintisnya kini membuahkan hasil. Semakin banyak anak yang bersemangat untuk belajar dan meraih cita-cita bersama Banyuwangi Islamic School.
Merangkai Asa Agar tak Hilang Ditelan Masa
Asa masih ada dan akan terus ada selama ada yang mau menjadi pemantik. Seperti dilakukan Muhammad Farid dengan Banyuwangi Islamic School yang ada di Desa Genteng Kulon, Kecamatan Genteng, Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur.
Pagi itu, Farid melangkahkan kaki menghirup udara segar. Ditemani beberapa siswa dan diikuti hangatnya sinar mentari pagi dia menyusuri pinggiran sungai. Di sisi kanan jalan yang dilalui, terhampar luas persawahan yang terlihat menghijau sejauh mata memandang.
Pada awal-awal perjalanan ada 70 siswa belajar di sana. Untuk memudahkan pengelolaan sesuai jenjang, Farid berbagi peran bersama Suyanto, salah seorang temannya. Farid menjabat Kepala Sekolah SMP Alam. Sedangkan pengelolaan SD dia serahkan pada sahabatnya, Suyanto.
Semangat menumbuhkan harapan yang ditanamkan Farid benar-benar berdampak. Semakin memotivasi anak-anak sekitar bahkan dari luar kota untuk belajar di sini. Tercatat hingga tahun 2018, lebih dari 120 siswa menimba ilmu di sini.
Meskipun belajar di ruang terbuka, hanya dengan meja tanpa kursi, namun tidak mematahkan semangat mereka untuk belajar dan meraih prestasi gemilang. Meniti proses meraih masa depan cerah.
Harapan akan tinggal harapan jika tidak ada yang mengasah dan mengarahkan. Di Banyuwangi Islamic School ini, para siswa dibekali tiga pendidikan yaitu pendidikan agama, pendidikan formal, dan pendidikan karakter. Membekali siswa dengan tiga pendidikan ini diharapkan mereka menjadi generasi berkarakter yang berwawasan luas. Cara belajarnya pun juga sangat menyenangkan.
Di sini anak-anak belajar menghafal Al Qur’an dengan cara menyenangkan melalui metode Super Memory. Sebuah metode menghafal dengan gerakan pada setiap potongan ayat. Sebuah metode yang merangsang otak kanan anak sehingga bisa mengingat dalam jangka panjang.
Farid dengan semangatnya yang luar biasa, sore itu kembali mendampingi anak-anak di asrama untuk menghafal al Qur’an. Farid terlihat begitu lincah membuat rangkaian gerakan, kemudian diikuti oleh anak-anak.
Selain bekal ilmu agama, siswa juga diwajibkan menguasai bahasa asing, khususnya Bahasa Inggris. Untuk memudahkan pembelajaran, guru mengajarkan Bahasa Inggris kepada siswa menggunakan cara menarik melalui permainan dan kreasi lainnya.
Gambar: Facebook SMP Alam BIS |
Terlihat selama kelas berlangsung siswa begitu menikmati proses belajar bersama guru. Menggunakan gerakan dan juga terjemahan secara langsung siswa diberikan pengalaman fokus belajar dan menyerap ilmu dengan lebih mudah.
“Easy Going — Cuek aja lagi…,” Anak-anak menirukan guru mengucapkan beberapa ungkapan Bahasa Inggris dengan Nursery Rhyme.
Selepas belajar, mereka diberikan kesempatan untuk melatih kemampuan berbicara Bahasa Inggris dengan melakukan presentasi di hadapan teman-teman mereka. Mereka juga diberikan kesempatan berkreasi sebebas mungkin untuk memudahkan menguasai Bahasa Inggris.
“Wake up wake up everybody wake up” Anak-anak terlihat aktif mengucapkan bersama dengan gerakan yang kreatif.
Saya yang melihat aktivitas mereka, ikut bersemangat untuk bisa belajar dengan cara-cara yang menyenangkan.
Konsep pembelajaran yang menyenangkan ini menjadikan Banyuwangi Islamic School semakin diminati banyak orang. Kini tidak hanya anak-anak dari keluarga tidak mampu yang bersekolah dan tinggal di asrama. Anak-anak dari keluarga dengan ekonomi mapan pun mulai mempercayakan pendidikan anaknya di Banyuwangi Islamic School.
Terlebih semakin berkembanganya sekolah ini juga dibarengi dengan pengembangan kemampuan siswa. Selain diwajibkan menguasai Bahasa Inggris, sekolah yang menerapkan kurikulum gabungan Salafiyah dan Modern ini juga membekali siswanya dengan berbagai kemampuan berbahasa lainnya
Sekolah Sayur Cetak Siswa Kompeten dan Berkarakter
Berbagai aktivitas dipersiapkan untuk membangun kompetensi dan karakter pada setiap siswa. Di sekolah ini, siswa bisa menguasai Bahasa Arab dan menghafal Al Qur’an, Bahasa Inggris, Bahasa Jepang, dan Mandarin.
Bahasa Inggris selain diwajibkan bagi siswa, juga menjadi bahasa pengantar dalam kegiatan belajar. Tujuannya agar siswa semakin terlatih, dan terbiasa dengan Bahasa Internasional ini.
Untuk membangun karakter dan kepemimpinan pada setiap siswanya, sekolah ini secara rutin menyelenggarakan kegiatan Outbound. Tempatnya tidak jauh. Menggunakan halaman sekolah yang luas untuk lokasi outbound.
Apa yang dilakukan Farid bersama guru-guru di sekolah ini bisa dilihat langsung hasilnya. Saat berkunjung ke sekolah ini, kita akan mudah mendapati anak-anak berbicara dengan bahasa Inggris dan bahasa asing lainnya.
Farid dan Tiga Karung Beras untuk Siswa
|
Cita-cita Farid mendirikan sekolah bagi anak-anak dari keluarga tidak mampu tidak serta merta disambut baik oleh masyarakat sekitar. Tidak sedikit yang meremehkan apa yang dilakukan Farid. Tidak percaya atas apa yang akan dilakukannya.
Belum lagi kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan bagi anak. Banyak orang tua yang cuek. Acuh dengan pendidikan anak. Tidak ambil pusing. Mau anaknya sekolah atau tidak mereka tidak terlalu mempermasalahkan.
Farid merasa prihatin dengan kondisi ini. Khawatir akan masa depan anak-anak yang merupakan generasi penerus pembangunan bangsa ini. Dia berpikir kondisi ini tidak bisa dibiarkan. Harus ditemukan solusinya segera.
Setiap pagi, Farid pun berkeliling dari rumah ke rumah. Mengunjungi satu persatu warga di desanya. Memberikan edukasi tentang pentingnya pendidikan bagi masa depan anak.
Walaupun tidak semua menerima, namun saat ada yang mau diajak menyekolahkan anaknya Farid tersenyum bahagia. Menjadikannya semakin bersemangat merintis sekolah alam untuk anak-anak dari kalangan tidak mampu. Baginya ketika ada yang menerima ajakannya menyekolahkan anak, ini adalah modal untuk membangun kepercayaan di tengah masyarakat.
Waktu berjalan, siswa semakin banyak. Hingga suatu hari dia tidak mendapati beras untuk dimasak bagi siswa di esok hari. Dia pun berpikir bagaimana harus mendapatkan beras untuk anak-anak. Sedangkan operasional selama ini hanya bergantung pada donasi dari donatur. Dia tidak tahu lagi harus berharap kepada siapa.
Dalam kebingungannya. Di tengah kegundahan hati, dia menemukan cara. Kembali kepada Dzat yang Maha Pemberi, dan Maha Pengasih.
“Saya minta anak-anak, saya sampaikan, Tolong satu hari satu malam ini semuanya berdoa minta beras,” ujar Farid mengenang masa perjuangan selama merintis sekolah.
Dia begitu bersyukur, karena keesokan hari, tepatnya di pagi hari ada yang membawa 3 karung beras ke asrama. Beras itu pun langsung diolah untuk sarapan pagi bagi anak-anak di asrama.
Sungguh perjuangan tidak akan pernah sia-sia. Saat meniatkannya dengan tulus untuk kepentingan orang lain maka akan selalu ada jalan keluar yang tidak pernah disangka.
Semangat Farid untuk Hari ini dan Masa Depan Indonesia
Perjalanan Farid mengambil peran dalam mengisi kemerdekaan dan ikut membangun bangsa melalui pendidikan patut untuk diapresiasi. Apa yang dilakukan oleh Farid dengan merintis pendidikan gratis adalah sebuah langkah besar.
Sekolah Alam Banyuwangi Islamic School atau Sekolah Sayur, begitu orang menyebutnya adalah bukti kepedulian Farid kepada generasi penerus bangsa. Bukti kepeduliannya bagi masa depan Indonesia.
Melihat perjuangan yang dilakukan, dan tantangan yang harus dihadapi, sangatlah tepat ketika Muhammad Farid dengan “Sayur untuk Sekolah” mendapatkan apresiasi Satu Indonesia Award 2010.
Sayur untuk Sekolah menjadi bukti, bahwa siapapun bisa mewujudkan asa, meraih cita untuk masa depan gemilang.
0 comments