Makna Kemerdekaan Bagi OYPMK, Seperti Apa?
Diskriminasi pada penyandang disabilitas baik karena kusta atau lainnya masih kerap terjadi di masyarakat. Masalah terbesar yang dihadapi oleh penyintas kusta adalah penerimaan masyarakat terhadap mereka.
Terjadinya diskriminasi pada OYPMK sebagian besar terjadi akibat kurangnya informasi tentang kusta itu sendiri. Di era modern ini masyarakat masih saja menganggap kusta adalah kutukan. Kusta adalah penyakit menular yang tidak bisa disembuhkan. Padahal faktanya penyakit ini bisa disembuhkan.
Sedangkan pada penyandang disabilitas lainnya masih berkembang stigma kalau mereka tidak bisa di produktif. Adanya anggapan mereka memiliki keterbatasan beraktivitas menjadi salah satu penyebab berkembangnya stigma negatif di masyarakat.
Ujungnya, mereka OYPMK dan penyandang disabilitas lainnya mengalami hambatan untuk bisa meraih kemerdekaan dalam hidup mereka. Sulit bagi mereka untuk bisa beraktivitas seperti orang lain pada umumnya
Dampak Diskriminasi OYPMK dan Penyandang Disabilitas
Masyarakat masih enggan menerima orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK) di lingkungan tempat tinggal mereka. Padahal mereka sudah melakukan rangkaian pengobatan kusta dan telah dinyatakan sembuh. Akibatnya, predikat penyandang kusta terus melekat kepada diri OYPMK.
Dampak dari diskriminasi pada OYPMK dan penyandang disabilitas lainnya yaitu
- Tanpa disadari diskriminasi pada penyandang kusta dan disabilitas lainnya menimbulkan permasalahan psikologis bagi orang yang pernah mengalami kusta.
- OYPMK tidak mendapatkan tempat di masyarakat sebagaimana orang pada umumnya, atau mengalami gangguan hubungan sosial diakibatkan ketidaktahuan masyarakat akan kusta dan karena stigma negatif yang begitu kuat di masyarakat.
- OYPMK dan penyandang disabilitas lain mengalami kesulitan dalam pemenuhan hak hidup mereka seperti untuk memenuhi hak pendidikan, hak untuk bisa mendapatkan lapangan pekerjaan, dan lain sebagainya.
Makna Kemerdekaan Bagi OYPMK dan Penyadang Disabilitas
Berbicara tentang diskriminasi yang terjadi pada OYPMK memang tidak ada habisnya. Meskipun sudah berulang kali diberikan informasi penyadaran, masih saja stigma negatif tumbuh di masyarakat. Ujungnya, OYPMK sulit mendapatkan tempatnya kembali di lingkungan setelah dinyatakan sembuh.
Bagaimana OYPMK dan penyandang disabilitas lainnya memaknai apa yang terjadi ini? Apa makna kemerdekaan bagi OYPMK dan penyandang disabilitas lainnya?
Untuk menggali lebih jauh tentang apa makna dari kemerdekaan bagi OYPMK dan penyandang disabilitas lainnya, KBR Ruang Publik menghadirkan dua narasumber yaitu Dr. Mimi Mariani Lusli dari Direktur Mimi Institute, dan Marsinah Dhedhe selaku OYPMK/aktivis perempuan dan difabel.
Dr. Mimi Mariani Lusli dari Direktur Mimi Institute
Mimi Institute merupakan sebuah organisasi yang dimulai pada 2009 silam. Tujuannya adalah untuk merangkul para penyandang disabilitas agar bisa memiliki optimisme untuk sembuh dan berkarya di masyarakat.
Semua bermula dari pengalaman Dr. Mimi yang mengalami disabilitas karena netranya. Tentu penerimaan masyarakat terhadapnya juga yang menjadi salah satu penyemangat bagi dirinya untuk ikut berkontribusi menyebarkan kebaikan dan mengurangi diskriminasi.
Berbagai kegiatan dilakukan agar membiasakan masyarakat untuk menumbuhkan toleransi. Melalui Mimi Institute dr. Mimi memberikan layanan konsultasi, edukasi anak remaja kebutuhan khusus, edukasi masyarakat melalui seminar dan kegiatan publikasi tulisan dan buku. Pembuatan modul untuk bangun kesadaran pada masyarakat juga dilakukan. Termasuk menebar informasi dan pengetahuan sehingga mereka sadar kalau disabilitas juga memiliki hak hidup yang sama.
Bagi dr. mimi kemerdekaan itu adalah masyarakat menerima penyandang disabilitas dan OYPMK ketika mereka kembali ke lingkungan. Mereka diberikan kesempatan luas untuk mengekspresikan diri. Mendapatkan kesempatan untuk berkarya dan memperoleh hak-haknya sebagaimana orang pada umumnya.
Marsinah Dhedhe selaku OYPMK/Aktivis Perempuan dan Difabel
Jika dr. Mimi memaparkan makna kemerdekaan bagi disabilitas, maka Marsinah Dhedhe atau akrab disapa Dhedhe berbicara mewakili OYPMK.
Memulai pembicaraannya, Dhedhe mengungkapkan jika banyak orang yang kaget saat tahu dirinya membagikan informasi talkshow ini pada sosial medianya.
Dia menceritakan bahwa pertama kali mengalami kusta pada usia 8 atau 9 tahun. Saat itu sedang duduk di sekolah dasar. Kelas tiga atau empat sekolah dasar.
Singkat cerita ketika itu dia mendengarkan yang kebetulan membahas tentang kusta. Sambil mendengarkan, dia mencoba mengidentifikasi dirinya sendiri. Kulit tebal, warna memutih, beda dengan warna lain, dan mati rasa.
Mengetahui dirinya memiliki ciri-ciri sebagaimana disebutkan dalam siaran radio, dia segera meminta orang tua untuk mengantar ke Puskesmas. Setelah dilakukan pemeriksaan itulah dia tahu kalau dirinya betul-betul mengalami kusta.
Guncangan Psikologis OYPMK dan Penyandang Disabilitas
Informasi yang keliru tentang kusta dan disabilitas akan menyebabkan stress. OYPMK dan disabilitas, saat mengetahui dirinya mengidap kusta atau disabilitas lainnya akan menyebabkan kondisi kejiwaan mereka terguncang.
Penyebab guncangan kejiwaan ini tidak hanya dari dalam namun juga dari luar, diantaranya;
- Kusta adalah penyakit kutukan, penyakit yang tidak bisa disembuhkan. Informasi ini menjadikan mereka yang divonis kusta menjadi terpukul dan tidak siap. Kondisi ini jika tidak dibarengi dengan konseling akan semakin memperburuk keadaan mereka.
- Penyintas takut menular pada orang lain. Sehingga mereka menarik diri dari pergaulan. Pun dengan mereka yang di sekitar, menghindari karena takut tertular.
- Orang memahami disabilitas sebagai orang yang tidak sempurna. Padahal mereka memiliki kemampuan yang sama. Memiliki kesempatan yang sama. Seringkali orang melakukan pengadilan, mengedepankan asumsi pribadi daripada membuktikan kebenaran kalau disabilitas juga sama seperti orang pada umumnya.
- Stigma negatif yang masih kuat sehingga mempengaruhi pemulihan pada penderita kusta.
Mencapai Kemerdekaan Bagi OYPMK dan Disabilitas
Untuk mencapai kemerdekaan bagi OYPMK dan penyandang disabilitas, maka perlu dukungan dan kerjasama semua pihak. Merangkum dari apa yang disampaikan dr. Mimi Mariani Lusli dan Marsinah Dhedhe, berikut hal yang perlu dilakukan bersama untuk mencapai kemerdekaan bagi mereka.
- Adanya dukungan dari keluarga yang terus merangkul, memeluk, dan memberikan pelukan hangat. Setidaknya ini akan memunculkan semangat dan rasa percaya diri.
- Tetap berikan kesempatan bagi yang mengalami kusta dan penyandang disabilitas untuk tetap mendapatkan haknya, misal bisa sekolah.
- Berani berbicara saat ada penolakan tujuannya untuk menjelaskan kepada mereka fakta sebenarnya tentang kusta. Sehingga mereka menjadi tahu informasi yang sebenarnya.
- Melibatkan OYPMK dan penyandang disabilitas dalam kegiatan di masyarakat. Misal dalam kegiatan sosialisasi dan pendampingan utamanya di tempat yang masih kuat stigma negatifnya pada kusta.
Kesimpulan
Stigma yang masih begitu kuat di masyarakat tentang kusta dan adanya diskriminasi bagi penyandang disabilitas merupakan pekerjaan rumah yang harus segera diatasi. Pemerintah sudah mengeluarkan regulasi, namun tetap membutuhkan kerjasama sehingga bisa terimplementasikan pada tingkat paling bawah dan dirasakan keberadaan dari aturan yang telah dibuat.
Sosialisasi, edukasi perlu dilakukan bersama oleh semua pihak. Pemahaman yang tepat, dan informasi yang benar akan mengikis stigma. Semakin hari akan semakin berkurang, dan tingkat penerimaan masyarakat kepada OYPMK dan penyandang disabilitas akan semakin membaik.
Mereka akan dapat menjalankan aktivitas sehari-hari sebagaimana orang pada umumnya karena penerimaan masyarakat. Pada akhirnya, saat mereka mendapatkan hak mereka untuk belajar, bekerja, dan bersosialisasi akan memberikan kemerdekaan bagi diri mereka
0 comments