Konten [Tampil]
Designed by Using Canva |
Cerita pendek ini ditulis oleh Achmad Ikhtiar, pada Juli 2021. Karya sastra ini mengangkat kisah perjalanan sekelompok orang yang terhimpun dalam sebuah organisasi. Tentu menceritakan kehidupan pada masa lampau. Kelompok ini bukanlah kelompok biasa, karena berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama.
Para Tetua adalah sosok pemimpin yang begitu disegani, setiap ucapan tidak terbantahkan. Tidak ada satupun anggota yang berani berkata apalagi membantah perintahnya. Hingga suatu waktu, keadaan tidak seperti sedia kala. Sulit untuk mengendalikan peristiwa yang terjadi, secara tersirat keberadaan organisasi ini hilang seiring dengan perginya para tetua dari tempat yang sudah bertahun-tahun lamanya menjadi saksi kebersamaan mereka.
A. Nilai Moral
Beberapa nilai moral (moral value) yang terkandung dalam cerita pendek yang saya dapatkan dari membacanya adalah- Suatu kelompok atau organisasi akan ada batas masanya.
- Perubahan atau dinamisasi sangat dibutuhkan dalam suatu organisasi.
- Sebagai pemimpin harus bisa mengambil sikap dengan bijak, tidak hanya memikirkan organisasi dan dirinya, namun memikirkan juga seluruh anggotanya.
B. Pandangan terhadap Cerpen Setelah Para Tetua Pergi
1. Ide Cerita
Karya yang mengangkat ide dan tema yang berbeda dari kebanyakan cerpen. Jika selama ini bertaburan cerpen romantis dengan kisahnya tersendiri yang banyak menghiasi dunia literasi, setidaknya merasa cerpen seperti ini perlu dimunculkan juga secara luas. Perlu diketahui oleh masyarakat luas sebagai sebuah bahan perenungan.2. Bahasa
Dalam pandangan terhadap bahasa yang digunakan saya mencoba melihat dari sisi-sisi yang berhubungan dengan bahasa itu sendiri seperti pemenggalan kalimat, pemilihan kata baik baku atau tidak.Cerita yang diangkat sangat menarik, memiliki nilai-nilai yang bisa dijadikan sebagai pelajaran dalam kehidupan sehari-hari. Pemilihan kata yang dipilih oleh penulis sangatlah mudah untuk diterima dan dicerna oleh pembaca. Namun demikian, di antara kesederhanaan kata ini saya masih membutuhkan proses untuk mencerna, sehingga perlu membaca lebih dari satu kali untuk menangkap apa yang diceritakan.
Kebingungan saya sempat hadir saat membaca paragraf awal dari cerita ini, sebagai berikut:
Lelaki berwajah jenaka dan bertubuh tambun itu didudukkan di atas sebuah kursi kayu di tengah ruangan sementara kami bersandar setengah duduk di tepian meja yang diset melingkar mengelilinginya. Asap dari cerutu yang kami genggam mengepul tipis memenuhi seisi ruangan.
Persepsi awal saat membaca cerita pembuka ini adalah
Lelaki berwajah jenaka dan bertubuh tambun itu didudukkan di atas sebuah kursi kayu di tengah ruangan sementara.
Namun setelah mencoba memahami kembali, membaca ulang dan mencoba menghubungkan dengan apa yang ada setelahnya saya melihat perlunya tanda baja sebagai sebuah jeda untuk membaca seperti tanda baca koma (,) atau bisa juga dengan tanda baca titik (.).
Jika menggunakan salah satu dari dua tanda baca di atas maka pembaca akan mudah mendapatkan pesan yang disampaikan penulis. Sehingga bisa menjadi seperti berikut:
Lelaki berwajah jenaka dan bertubuh tambun itu didudukkan di atas sebuah kursi kayu di tengah ruangan(,) sementara kami bersandar setengah duduk di tepian meja yang diset melingkar mengelilinginya. Asap dari cerutu yang kami genggam mengepul tipis memenuhi seisi ruangan.
Selain itu, saya juga masih belum bisa menangkap, siapakah orang yang mendudukkan lelaki berwajah jenaka di dalam cerita ini. Hingga akhir cerita saya tidak menemui siapa yang mendudukkan ia di ruang tengah.
“Jika kalian membaca dengan baik buku nubuat yang sudah kami tulis ribuan tahun lalu, berarti ini memang sudah saatnya. Waktunya sudah hampir datang,” katanya sambil berjalan mendekati lelaki yang terduduk di tengah ruangan.
Pada dialog ini, kata "terduduk" saya rasa kurang tepat untuk digunakan karena lelaki di ruang tengah itu duduk sejak lama. Ia tidak duduk secara tiba-tiba sehingga menurut hemat saya akan lebih tepat jika menggunakan kata "duduk" saja.
Jika menggunakan salah satu dari dua tanda baca di atas maka pembaca akan mudah mendapatkan pesan yang disampaikan penulis. Sehingga bisa menjadi seperti berikut:
Lelaki berwajah jenaka dan bertubuh tambun itu didudukkan di atas sebuah kursi kayu di tengah ruangan(,) sementara kami bersandar setengah duduk di tepian meja yang diset melingkar mengelilinginya. Asap dari cerutu yang kami genggam mengepul tipis memenuhi seisi ruangan.
Selain itu, saya juga masih belum bisa menangkap, siapakah orang yang mendudukkan lelaki berwajah jenaka di dalam cerita ini. Hingga akhir cerita saya tidak menemui siapa yang mendudukkan ia di ruang tengah.
“Jika kalian membaca dengan baik buku nubuat yang sudah kami tulis ribuan tahun lalu, berarti ini memang sudah saatnya. Waktunya sudah hampir datang,” katanya sambil berjalan mendekati lelaki yang terduduk di tengah ruangan.
Pada dialog ini, kata "terduduk" saya rasa kurang tepat untuk digunakan karena lelaki di ruang tengah itu duduk sejak lama. Ia tidak duduk secara tiba-tiba sehingga menurut hemat saya akan lebih tepat jika menggunakan kata "duduk" saja.
Seseorang dengan setelan jas hitam mengkilat hanya mengangkat bahu saat rekannya yang berpakaian serba putih mencoba bertanya dengan gestur matanya.
Pun dengan pemilihan kata "seseorang" perlu dibedakan penggunaannya dengan "seorang". Saya melihat dalam cerita ini akan lebih tepat jika menggunakan kata seorang, karena sudah dikenal oleh semua orang dalam cerita. Satu sama lain sudah saling mengenal sebagai sesama anggota. Kata berikutnya dalam kalimat di atas, yaitu "gestur" akan lebih tepat bila menggunakan kata "isyarat"
3. Latar
Kisah yang dituliskan dalam cerita ini akan semakin hidup, mengena bahkan lebih mengaduk emosi dari pembaca jika latar digambarkan lebih rinci lagi. Saya belum mendapati dalam cerita ini seperti apa ruangannya, ada benda apa saja, kecuali hanya ada meja, kursi, dan langit-langit ruangan. Termasuk juga latar waktu dalam cerita ini belum saya temui, apakah peristiwa dalam cerita terjadi pada siang atau malam hari.C. Kesimpulan
Dalam pandangan saya, dalam menulis sebuah cerita selain menentukan ide, memilih diksi yang tepat, alur yang baik, kita perlu memberikan perhatian pada penggunaan tanda baca sehingga kalimat bisa menjadi lebih efektif. Tidak hanya itu, penggunaan tanda baca akan membuat pembaca bisa lebih mudah memahami pesan yang ingin disampaikan.Untuk menguatkan cerita agar lebih mengena atau berkesan pada pembaca maka diperlukan adanya deskripsi latar yang kuat, misal latar tempat, latar waktu, atau suasana saat peristiwa diceritakan.
Secara keseluruhan cerita, saya sangat menyukai dan memberikan apresiasi kepada penulis yang telah menuliskan sebuah cerita yang sarat makna. memiliki nilai-nilai moral yang sangat bermanfaat bagi semua, dan saya khususnya. Sekali lagi, ini hanya pandangan saya, yang mungkin atau bisa jadi tidak sesuai dengan apa yang dimaksud oleh penulis dalam cerpennya Setelah Para tetua Pergi.
Kereen ulasannya
ReplyDeleteMasih belajar juga. mb
DeleteMas ugi, ini udah seperti bedah tulisan. Ulasannya rinci. Salut buat mas.
ReplyDeleteTerima kasih kunjungannya mb, belajar dikit-dikit
Delete